Jikadilihat dari fungsinya, maka aksara ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu aksara carakan atau huruf dasar, aksara swara serta angka Jawa. Ketiganya pun memiliki karakter dan bentuknya masing-masing yang harus dipahami.
0 Baca Artikel. Batakpedia.org- Surat Batak adalah nama aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa-bahasa Batak yaitu bahasa Angkola-Mandailing, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, dan Toba. Surat Batak masih berkerabat dengan aksara Nusantara lainnya seperti Surat Ulu di Bengkulu dan Sumatra Selatan, Surat Incung di Kerinci, dan Had Lampung .
Berikutini aksara jawa hanacaraka dan bunyinya: Ha Na Ca Ra Ka: Pa Dha Ja Ya Nya. Ada sebuah kisah: Mereka sama-sama sakti. Da Ta Sa Wa La: titik dua, tanda hubung serta titik dua. Aksara jawa dibagi dalam sedikit jenis sesuai fungsinya. Untuk karakter dasar terdiri dari 20 suku kata dan dipakai dalam penulisan bahasa Jawa modern. Selain
CiriAksara Jawa. Aksara Jawa atau carakan Jawa terdiri atas 20 aksara pokok yang bersifat silabik (bersifat kesukukataan) dengan vokal dasar “ a”. Masing-masing aksara memiliki aksara pasangan. Carakan ini memiliki tanda diakritik yang dipakai sebagai pengubah bunyi yang disebut sebagai sandangan. Aslinya, aksara Hanacaraka ditulis
Pasinaoniki nyuguhake wacan kanthi tema ―Ngudi Kawruh Becik‖ minangka sarana kanggo nyinaoni Teks Aksara Jawa. Ing sajrone Teks Aksara Jawa tinemu werna-werna pada, yaiku salah sawijine tandha kang jumbuh klawan pigunane. Diajab sarampunge nyiaoni Teks Aksara Jawa iki, para siswa bisa trampil nulis ukara apa dene paragraf.
AksaraJawa yang sering disebut dengan Hanacaraka merupakan aksara jenis abugida turunan dari aksara Brahmi. Dalam aksara Jawa dan Bali suku memiliki fungsi yang sama yaitu memberi vokal u pada huruf konsonan. Aksara Caraka memang cukup populer di tengah masyarakat Jawa pada masanya. Or from the transliteration result above press Enter to
jU52RI. Aksara Jawa Hanacaraka - Sejarah - Aksara Jawa Hanacaraka - Aksara Jawa Hanacaraka berasal dari aksara Brahmi yang asalnya dari Hindhustan. Di negeri Hindhustan tersebut terdapat bermacam-macam aksara, salah satunya yaitu aksara Pallawa yang berasal dari Indhia bagian selatan. Dinamakan aksara Pallawa karena berasal dari salah satu kerajaan yang ada di sana yaitu Kerajaan Pallawa. Aksara Pallawa itu digunakan sekitar pada abad ke-4 Masehi. Aksara Jawa Hanacaraka Di Nusantara terdapat bukti sejarah Aksara Jawa Hanacaraka berupa prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan Timur, ditulis dengan menggunakan aksara Pallawa. Aksara Pallawa ini menjadi ibu dari semua aksara yang ada di Nusantara, antara lain Aksara Jawa Hanacaraka , aksara Rencong aksara Kaganga, Surat Batak, Aksara Makassar dan Aksara Baybayin aksara di Filipina[1]. Profesor de Casparis dari Belanda, yaitu pakar paleografi atau ahli ilmu sejarah aksara, mengutarakan bahwa aksara hanacaraka itu dibagi menjadi lima masa utama, yaitu a. Aksara Pallawa Aksara Pallawa itu berasal dari India Selatan. Jenis aksara ini mulai digunakan sekitar abad ke 4 dan abad ke 5 masehi. Salah satu bukti penggunaan jenis aksara ini di Nusantara adalah ditemukannya prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan Timur. Aksara ini juga digunakan di Pulau Jawa, yaitu di Tatar Sundha di Prasasti tarumanegara yang ditulis sekitar pada tahun 450 M. di tanah Jawa sendiri, aksara ini digunakan pada Prasasti Tuk Mas dan Prasasti Canggal. Aksara Pallawa ini menjadi ibu dari semua aksara yang ada di Nusantara, termasuk Aksara Jawa Hanacaraka. Kalau diperhatikan, aksara Pallawa ini bentuknya segi empat. Dalam bahasa Inggris, perkara ini disebut sebagai huruf box head atau square head-mark. Walaupun aksara Pallawa ini sudah digunakan sejak abad ke-4, namun bahasa Nusantara asli belum ada yang ditulis dalam aksara ini. Gambar Prasasti Yupa b. Aksara Kawi Wiwitan Perbedaan antara aksara Kawi Wiwitan dengan aksara Pallawa itu terutama terdapat pada gayanya. Aksara Pallawa itu dikenal sebagai salah satu aksara monumental, yaitu aksara yang digunakan untuk menulis pada batu prasasti. Aksara Kawi Wiwitan utamanya digunakan untuk nulis pada rontal, oleh karena itu bentuknya menjadi lebih kursif. Aksara ini digunakan antara tahun 750 M sampai 925 M. Prasasti-prasasti yang ditulis dengan menggunakan aksara ini jumlahnya sangatlah banyak, kurang lebih 1/3 dari semua prasasti yang ditemukan di Pulau jawa. Misalnya pada Prasasti Plumpang di daerah Salatiga yang kurang lebih ditulis pada tahun 750 M. Prasasti ini masih ditulis dengan bahasa Sansekerta. c. Aksara Kawi Pungkasan Kira-kira setelah tahun 925, pusat kekuasaan di pulau Jawa berada di daerah jawa timur. Pengalihan kekuasaan ini juga berpengaruh pada jenis aksara yang digunakan. Masa penggunaan aksara Kawi Pungkasan ini kira-kira mulai tahun 925 M sampai 1250 M. Sebenarnya aksara Kawi Pungkasan ini tidak terlalu banyak perbedaannya dengan aksara Kawi Wiwitan, namun gayanya saja yang menjadi agak beda. Di sisi lain, gaya aksara yang digunakan di Jawa Timur sebelum tahun 925 M juga sudah berbeda dengan gaya aksara yang digunakan di Jawa tengah. Jadi perbedaan ini tidak hanya perbedaan dalam waktu saja, namun juga pada perbedaan tempatnya. Pada masa itu bisa dibedakan empat gaya aksara yang berbeda-beda, yaitu; 1 Aksara Kawi Jawa Wetanan pada tahun 910-950 M; 2 Aksara Kawi Jawa Wetanan pada jaman Prabu Airlangga pada tahun 1019-1042 M; 3 Aksara Kawi Jawa Wetanan Kedhiri kurang lebih pada tahun 1100-1200 M; 4 Aksara Tegak quadrate script masih berada di masa kerajaan Kedhiri pada tahun 1050-1220 M d. Aksara Majapahit Dalam sejarah Nusantara pada masa antara tahun 1250-1450 M, ditandai dengan dominasi Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Aksara Majapahit ini juga menunjukkan adanya pengaruh dari gaya penulisan di rontal dan bentuknya sudah lebih indah dengan gaya semi kaligrafis. Contoh utama gaya penulisan ini adalah terdapat pada Prasasti Singhasari yang diperkirakan pada tahun 1351 M. gaya penulisan aksara gaya Majapahit ini sudah mendekati gaya modern. e. Aksara Pasca Majapahit Setelah naman Majapahit yang menurut sejarah kira-kira mulai tahun 1479 sampai akhir abad 16 atau awal abad 17 M, merupakan masa kelam sejarah aksara Jawa. Karena setelah itu sampai awal abad ke-17 M, hampir tidak ditemukan bukti penulisan penggunaan aksara jawa, tiba-tiba bentuk aksara Jawa menjadi bentuk yang modern. Walaupun demikian, juga ditemukan prasasti yang dianggap menjadi “missing link” antara aksara Hanacaraka dari jaman Jawa kuna dan aksara Budha yang sampai sekarang masih digunakan di tanah Jawa, terutama di sekitar Gunung Merapi dan Gunung Merbabu sampai abad ke-18. Prasasti ini dinamakan dengan Prasasti Ngadoman yang ditemukan di daerah Salatiga. Namun, contoh aksara Budha yang paling tua digunakan berasal dari Jawa barat dan ditemukan dalam naskah-naskah yang menceritakan Kakawin Arjunawiwaha dan Kunjarakarna. Gambar Prasasti Ngadoman f. Munculnya Aksara Hanacaraka Baru Setelah jaman Majapahit, muncul jaman Islam dan juga Jaman Kolonialisme Barat di tanah Jawa. Dijaman ini muncul naskah-naskah manuskrip yang pertama yang sudah menggunakan aksara Hanacaraka baru. Naskah-naskah ini tidak hanya ditulis di daun palem rontal atau nipah lagi, namun juga di kerta dan berwujud buku atau codex “kondheks”. Naskah-naskah ini ditemukan di daerah pesisir utara Jawa dan dibawa ke Eropa pada abad ke 16 atau 17. Gambar Naskah Aksara Jawa Bentuk dari aksara Hanacaraka baru ini sudah berbeda dengan aksara sebelumnya seperti aksara Majapahit. Perbedaan utama itu dinamakan serif tambahan di aksara Hanacaraka batu. Aksara-aksara Hanacaraka awal ini bentuknya mirip semua mulai dari Banten sebelah barat sampai Bali. Namun, akhirnya beberapa daerah tidak menggunakan aksara hanacaraka dan pindhah menggunakan pegon dan aksara hanacaraka gaya Durakarta yang menjadi baku. Namun dari semua aksara itu, aksara Bali yang bentuknya tetap sama sampai abad ke-20. Aksara Pallawa ini digunakan di Nusantara dari abad ke-4 sampai kurang lebih abad ke-8. Lalu aksara Kawi Wiwitan digunakan dari abad ke-8 samapai abad ke-10, terutama di Jawa Tengah. Sejarah Aksara Jawa Hanacaraka Konon sejarah yang berkembang di bumi Nusantara ini mengenai munculnya Aksara Jawa Hanacaraka dilatarbelakangi dari cerita pada jaman dahulu, di Pulau Majethi hidup seorang satria sakti mandraguna bernama Ajisaka. Sang Satria mempunyai dua orang punggawa, Dora dan Sembada namanya. Kedua punggawa itu sangat setia kepada pemimpinnya, sama sekali tidak pernah mengabaikan perintahnya. Pada suatu hari, Ajisaka berkeinginan pergi berkelana meninggalkan Pulau Majethi. Kepergiannya ditemani oleh punggawanya yang bernama Dora, sementara Sembada tetap tinggal di Pulau Pulo Majethi, diperintahkan menjaga pusaka andalannya. Ajisaka berpesan bahwa Sembada tidak boleh menyerahkan pusaka tersebut kepada siapapun kecuali kepada Ajisaka sendiri. Sembada menyanggupi akan melaksanakan perintahnya. Pada masa itu di tanah Jawa terdapat negara yang terkenal makmur, tertib, aman dan damai, yang bernama Medhangkamulan. Rajanya bernama Prabu Dewatacengkar, seorang raja yang luhur budinya serta bijaksana. Pada suatu hari, juru masak kerajaan mengalami kecelakaan, jarinya terbabat pisau hingga terlepas. Ki Juru Masak tidak menyadari bahwa potongan jarinya tercebur ke dalam hidangan yang akan disuguhkan kepada Sang Prabu. Ketika tanpa sengaja memakan potongan jari tersebut, Sang Prabu serasa menyantap daging yang sangat enak, sehingga ia mengutus Sang Patih untuk menanyakan kepada Ki Juru Masak. Setelah mengetahui bahwa yang disantap tadi adalah daging manusia, sang Prabu lalu memerintahkan Sang Patih agar setiap hari menghaturkan seorang dari rakyatnya untuk santapannya. Sejak saat itu Prabu Dewatacengkar mempunyai kegemaran yang menyeramkan, yaitu menyantap daging manusia. Wataknya berbalik seratus delapanpuluh derajat, berubah menjadi bengis dan senang menganiaya . Negara Medhangkamulan beubah menjadi wilayah yang angker dan sepi karena rakyatnya satu persatu dimangsa oleh rajanya, sisanya lari menyelamatkan diri. Sang Patih pusing memikirkan keadaan, karena sudah tidak ada lagi rakyat yang bisa dihaturkan kepada rajanya Pada saat itulah Ajisaka bersama punggawanya Dora tiba di Medhangkamulan, heranlah Sang Satria melihat keadaan yang sunyi dan menyeramkan itu, maka ia lalu mencari tahu penyebabnya. Setelah mendapat keterangan mengenai apa yang sedang terjadi di Medhangkamulan, Ajisaka lalu menghadap Rekyana Patih, menyatakan kesanggupannya untuk menjadi santapan Prabu Dewatacengkar. Pada awalnya Sang Patih tidak mengizinkan karena merasa sayang bila Ajisaka yang harus disantap Sang Prabu, namun Ajisaka sudah bulat tekadnya, sehingga akhirnya iapun dibawa menghadap Sang Prabu. Sang Prabu tak habis pikir, mengapa Ajisaka mau menyerahkan jiwa raganya untuk menjadi santapannya. Ajisaka mengatakan bahwa ia rela dijadikan santapan sang Prabu asalkan ia dihadiahi tanah seluas ikat kepala yang dikenakannya . Di samping itu, harus Sang Prabu sendiri yang mengukur wilayah yang akan dihadiahkan tersebut. Sang Prabu menyanggupi permintaannya. Ajisaka kemudian mempersilakan Sang Prabu menarik ujung ikat kepalanya. Sungguh ajaib, ikat kepala itu seakan tak ada habisnya . Sang Prabu Dewatacengkar terpaksa semakin mundur dan semakin mundur, sehingga akhirnya tiba ditepi laut selatan. Ikat kepala tersebut kemudian dikibaskan oleh Ajisaka sehingga Sang Prabu terlempar jatuh ke laut. Seketika wujudnya berubah menjadi buaya putih . Ajisaka kemudian menjadi raja di dinobatkan menjadi raja Medhangkamulan, Ajisaka mengutus Dora pergi kembali ke Pulau Majethi menggambil pusaka yang dijaga oleh Sembada. Setibanya di Pulo Majethi, Dora menemui Sembada dan menjelaskan bahwa ia diperintahkan untuk mengambil pusaka Ajisaka. Sembada tidak mau memberikan pusaka tersebut karena ia berpegang pada perintah Ajisaka ketika meninggalkan Majethi. Sembada yang juga melaksanakan perintah Sang Prabu memaksa meminta agar pusaka tersebut diberikan kepadanya. Akhirnya kedua punggawa itu bertempur. Karena keduanya sama-sama sakti, peperangan berlangsung seru, saling menyerang dan diserang, sampai keduanya sama-sama tewas Arti dan Makna dari Huruf HANACARAKA Ha Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci Na Nur candra, gaib candra, warsitaning candara – pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi – arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal Ra Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup Sa Sifat ingsun handulu sifatullah – membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan Wa Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas La Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi Pa Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar Ja Jumbuhing kawula lan Gusti – Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas titah/kodrat Illahi Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan Ma Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin/mantap dalam menyembah Ilahi Ga Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani Ba Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alam Tha Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan Nga Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi manusia Bagaimana Sahabat NusaPedia Mengenai Sejarah Jawa Hanacaraka nantikan Artikel Sejarah NusaPedia Di Edisi Berikutnya
Aksara Jawa Hanacaraka – Bagi masyarakat Jawa, mungkin sudah tidak asing lagi dengan aksara Jawa. Terlebih aksara Jawa masuk dalam kurikulum pembelajaran. Tentu masyarakat Suku Jawa sudah mengenal sejak di bangku sekolah dasar dan menengah. Sesuai dengan namanya, aksara Jawa merupakan jenis tulisan yang berasal dari daerah Jawa. Namun, seiring berjalannya waktu, fungsi aksara ini juga digunakan menukis bahasa daerah lain, seperti Sunda, Madura, Sasak dan Melayu. Hal ini menunjukkan bahwa aksara Jawa Hanacara banyak mengalami perkembangan, sehingga juga dikenal di daerah lain. Pada bangku sekolah, bab yang paling awal diajarkan adalah dasar dari aksara itu sendiri atau aksara carakan. Baru selanjutnya, dipelajari pelengkap-pelengkapnya. Untuk mempersingkat waktu, berikut pembahasan lengkapnya. Latar Belakang Aksara Jawa Sejarah Aksara JawaArti dan Makna Huruf HanacarakaPenulisan Aksara Jawa HanacarakaContoh Aksara JawaAtribut Pelengkap Aksara Jawa Aksara Wilangan Aksara Rekan Aksara MurdaAksara Swara Pasangan Aksara JawaSandangan Aksara JawaTanda Baca Aksara JawaAksara Jawa Hanacaraka Font Latar Belakang Aksara Jawa Jika dikupas lebih dalam, aksara Jawa merupakan turunan aksara Brahmi dari India melalui perantara aksara Kawi yang berkerabat dekat dengan aksara Bali. Nama lain dari aksara Jawa adalah aksara hanacaraka / aksara carakan / aksara Dentawyanjana / huruf Pollawa. Aksara hanacara yaiku jeneng sing dijupuk saka limang aksara wiwitane yaiku Ha, Na, Ca, Ra lan Ka. Tulisan Hanacaraka berasal dari deret pertama pada aksara carakan yaitu Ha, Na, Ca, Ra dan Ka. Masyarakat Jawa sendiri menggunakan aksara hanacaraka sejak pertengahan abad ke 15 hingga abad 20, sebelum keberadaannya digantikan huruf latin. Hal ini dapat kita lihat pada tulisan akasara yang dimuat dalam katalog, sampul majalah, halaman pembuka buku, koran, majalah, iklan, dokumen penting dan uang kertas pada zaman dahulu. Sejarah akasara Jawa sangat mudah ditelusuri, sebab banyak sekali peninggalan sejarah dengan tulisan aksara Jawa. Asal usul aksara Jawa adalah aksara Brahmi dari India yang berkembang menjadi aksara Pallawa di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Kemudian aksara Pallawa berkembang menjadi aksara kawi yang sering digunakan selama masa Hindu Budha. Seiring berjalannya waktu, aksara Kawi yang digunakan di Indonesia diadopsi masyarakat Jawa menjadi aksara Jawa yang kita kenal sekarang. Berikut periode tahun dari sejarah aksara Jawa Periode Keterangan Abad 6 – 8 Masehi Aksara Brahmi dari India berkembang menjadi Aksara Pallawa di Asia Selatan dan Tenggara. Abad 8 – 15 Masehi Aksara Pallawa berkembang menjadi aksara Kawi, digunakan masa Hindu Budha Indonesia. Abad Ke 14 – 15 Karena pengaruh Islam, Aksara Jawa muncul dari adopsi aksara Kawi. Abad Ke 15 – awal abad ke 20 Aksara Jawa digunakan dalam kehidupan sehari-hari Itulah beberapa sejarah panjang aksara Jawa yang ada di Indonesia. Jika dilihat kembali tidak heran jenis aksara ini terlihat mirip dengan jenis aksara daerah lain seperti aksara Thailand. Sejarah aksara Jawa diatas merupakan sejarah yang nyata. Dikatakan demikian karena ada beberapa soal yang menanyakan aksara Jawa, namun yang dimaksud adalah sejarah dari cerita legenda Aji Saka. Aji Saka merupakan seorang Raja yang diceritakan membawa peradapan ke Pulau Jawa. Dalam ceritanya, Raja tersebut yang dikatakan sebagai orang yang mengenalkan aksara Jawa. Sejarah aksara Jawa versi legenda Aji Saka sendiri cukup panjang, kamu dapat mengikuti pada artikel selanjutnya. Arti dan Makna Huruf Hanacaraka Hanacaraka dalam aksara Jawa ternyata memiliki makna dan arti tersendiri. Dengan kata lain, huruf-huruf tersebut tidak dibuat dengan sembarangan, melainkan ada filosofinya. Berikut arti hanacaraka dalam aksara Jawa Ha Hanja mmwening suci artinya adanya hidup adalah kehendang yang Maha Suci. Na Nur candra, gaib candra, warsitaning candra artinya pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Ilahi. Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi artinya arah dan tujuan yang maha Esa. Ra Rasaingsun handulusih artinya rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani. Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana artinya hasrat diarahkan untuk kesejahteraan alam. Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan artinya menerima hidup apa adanya Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa artinya mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup Sa Sifat ingsun handulu sifatullah artinya membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan Wa Wujud hana tan kena kinira artinya ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas. La Lir handaya paseban jati artinya mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi Pa Papan kang tanpa kiblat artinya Hakekat Allah yang ada di segala arah. Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane artinya Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar. Ja Jumbuhing kawula lan Gusti artinya Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya. Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi artinya yakin atas titah/kodrat Illahi. Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki artinya memahami kodrat kehidupan. Ma Madep mantep manembah maring Ilahi artinya yakin/mantap dalam menyembah Ilahi. Ga Guru sejati sing muruki artinya belajar pada guru nurani. Ba Bayu sejati kang andalani artinya menyelaraskan diri pada gerak alam. Tha Tukul saka niat artinya sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan. Nga Ngracut busananing manungso artinya melepaskan egoisme pribadi manusia. Penulisan Aksara Jawa Hanacaraka Dalam penulisan aksara Jawa, huruf yang paling dasar adalah huruf hanacaraka. Jika diperhatikan, untuk belajar aksara Jawa mungkin berbeda dengan belajar aksara latin ABC. Jadi, kamu harus membiasakan diri. Jumlah aksara Jawa carakan ada 20 huruf. Penulisannya dimulai dari kiri ke kanan. Setiap konsonan melambangkan satu suku kata dengan vokal inheren /a/ atau /ɔ/. Memang secara tradisional dalam penulisan aksara Jawa tidak menggunakan spasi. Namun, umumnya dapat menambah tanda baca yang bersifat dekoratif. Berikut huruf hanacaraka tulisan Jawa Dengan menggunakan aksara dasar aatau aksara Jawa carajan ini, sebenarnya kita telah menulis beberapa kata sederhana dengan vokal “a”. Contoh Aksara Jawa Huruf carakan tanpa tambahan sudah dapat digunakan menulis beberapa kata sederhana. Berikut beberapa contoh tulisan aksara Jawa ꦮꦭꦏ = Walaka ꦲꦧꦲꦧ = Aba-aba ꦮꦗ = Waja ꦲꦭ = Hala ꦱꦏꦛ = Sakatha ꦲꦤ = Hana ꦱꦏꦏꦭ = Sakakala ꦤꦮꦭ = Nawala ꦱꦝꦤ = Sadhana ꦢꦮꦠ = Dawata ꦱꦝ = Sadha ꦢꦪꦢꦪ = Daya-daya ꦱꦢꦪ = Sadaya ꦠꦲ = Taha ꦱꦢꦫ = Sadara ꦠꦭꦒ = Talaga ꦱꦢꦤ = Sadana ꦠꦩ = Tama ꦠꦫ = Tara ꦠꦠꦧꦱ = Tata Basa ꦠꦠꦕꦫ = Tata Cara ꦱꦢ = Sada ꦢꦱ = Dasa ꦤꦭ = Nala ꦤꦤ = Nana ꦲꦫ = Hara Atribut Pelengkap Aksara Jawa Pada perkembangannya aksara Jawa atau aksara carakan belum bisa memenuhi kebutuhan dalam penulisan ukara Jawa. Untuk itu, maka dibuat atribut-atribut sebagai pelengkap dalam penulisan aksara Jawa, Berikut beberapa atribut penulisan ukara Jawa Aksara Wilangan Aksara wilangan merupakan jenis aksara Jawa yang digunakan untuk menuliskan angka Jawa. Jumlah aksara wilangan atau aksara angka ada 10 macam, dimulai dari angka 0-9. Aksara Rekan Aksara rekan merupakan aksara Jawa yang digunakan untuk menulis kata serapan bahasa asing, terutama bahasa Arab. Aksara Murda Aksara murda merupakan bentuk kapital dalam aksara Jawa, yang berfungsi sebagai penghormatan. Sama halnya dalam Bahasa Indonesia, huruf kapital untuk menulis nama orang, kota, jabatan dst, begitupulah dalam bahasa Jawa. Namun, tidak semua aksara Jawa carakan memiliki cersi murdanya, setidaknya ada 8 huruf yang semuanya memiliki pasangan. Aksara Swara Aksara swara merupakan jenis aksara Jawa yang digunakan untuk menulis huruf vokal dalam bahasa serapan. Pasangan Aksara Jawa Pasangan dalam aksara Jawa berfungsi untuk mematikan konsonan dan menujukan konsonan selanjutnya. Setiap aksara Jawa carakan memiliki pasangan. Berikut pasangan aksara Jawa Sandangan Aksara Jawa Dalam aksara Jawa, sandhangan digunakan untuk memberi efek suara. Macam macam sandhangan aksara Jawa dibedakan menjadi tiga, yaitu Sandhangan Swara Sandhangan Wyanjana Sandhangan Panyigeg Tanda Baca Aksara Jawa Bentuk tanda baca dalam aksara Jawa terdiri dari beberapa jenis. Sebagian ada yang memiliki fungsi sama dengan huruf latin, dan sebagian hanya digunakan sebagai dekorasi dalam ukara aksara Jawa. Aksara Jawa Hanacaraka Font Seiring dengan perkembangan teknologi, kamu dapat dengan mudah untuk menulis akasara Jawa sesuai keperluan. Untuk menulis font hanacaraka di komputer, kamu dapat langsung membuka situs Situs ini dapat menyediakan penulisan aksara Jawa secara langsung tanpa mengunduh terlebih dahulu. Selain untuk membuat tulisan aksara Jawa, situs ini juga dapat digunakan translate aksara Jawa. Sedangkan untuk menulis aksara hanacaraka di android, kamu bisa download aplikasi Nulis Aksara Jawa. Nulis aksara Jawa adalah aplikasi belajar untuk para siswa dengan mengubah tulisan latin menjadi tulisan hanacaraka atau sebaliknya. Dengan menggunakan aplikasi ini, kamu dapat lebih mudah belajar menulis aksara Jawa. Beberapa fitur yang ditawarkan aplikasi tersebut dapat menyimpan tulisan sebagai gambar dan otomatis menyalinnya. Jadi lebih mudah untuk membagi ke teman kamu. Demikianlah ulasan singkat mengenai aksara hanacaraka. Terimakasih sudah berkunjung ke website kita, semoga menambah wawasan dan semoga bermanfaat.
Berapa banyak jenis aksara yang kamu ketahui?Di kehidupan kita yang sudah sangat modern ini mungkin kita hanya menyadari satu jenis aksara, yakni aksara Latin. Namun, perlu diingat kalau Indonesia sebenarnya juga punya jenis aksara khas yang berjumlah 12 aksara, yakni aksara Jawa, Bali, Sunda Kuno, Bugis/Lontara, Rejang, Lampung, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, dan Kerinci/Rencong. Salah satu yang paling kita kenal adalah aksara perjalanan sejarahnya, aksara Jawa dan beberapa aksara nusantara lainnya sebenarnya merupakan turunan dari aksara Pallawa yang digunakan sekitar abad ke-4 Masehi. Lalu seiring perkembangan zaman pula, aksara Hanacaraka mengalami beragam perubahan bentuk dan komposisi hingga seperti yang kita kenal sampai saat Jawa yang sering disebut dengan "Hanacaraka" merupakan aksara jenis abugida turunan dari aksara Brahmi. Dari segi bentuknya, aksara "Hanacaraka" punya kemiripan dengan aksara Sunda dan Bali. Untuk aksara Jawa sendiri merupakan varian modern dari aksara Kawi, salah satu aksara Brahmi hasil perkembangan aksara Pallawa yang berkembang di masa berjayanya kerajaan-kerajaan Islam, tepatnya dari zaman Kesultanan Demak hingga Pajang, teks dari masa tersebut diwakili dengan serat Suluk Wijil dan serat Ajisaka. Pada masa itu diperkenalkan urutan pangram Hanacaraka untuk memudahkan pengikatan 20 konsonan yang digunakan dalam bahasa Jawa. Urutan tersebut terdiri dari 4 baris dengan tiap baros terdiri dari 5 aksara yang menyerupai ada pula cerita asal-usul aksara Hanacaraka menurut cerita legenda yang kita kenal dengan kisah menurut legenda, aksara Hanacaraka terlahir dari cerita pemuda sakti bernama Ajisaka yang pergi mengembara ke Kerajaan Medhangkamulan. Kerajaan tersebut memiliki seorang raja bernama Dewata Cengkar yang amat rakus dan senang memakan daging manusia. Rakyatnya banyak yang ketakutan dengan kebiasaan rajanya tersebut. Demi menghentikan kebiasaan sang raja, Ajisaka pun bertolak memiliki dua orang abdi yang sangat setia bernama Dora dan Sembada. Suatu ketika, Ajisaka pergi mengembara ke Kerajaan Medhangkamulan dan mengajak Dora untuk menemaninya. Sementara itu, Sembada diperintah untuk tetap tinggal di Pulau Majethi karena harus menjaga keris pusaka milik Ajisaka agar tidak jatuh ke tangan orang lain selain di Kerajaan Medhangkamulan, Ajisaka segera menghadap Prabu Dewata Cengkar untuk meminta sebidang tanah seukuran kain surban kepalanya. Permintaannya ini adalah sebagai syarat bahwa Ajisaka bersedia menjadi santapan sang Raja asalkan ia mendapatkan tanah yang ia mau. Akhirnya, Prabu Dewata Cengkat mengamini permohonan Ajisaka. Ia mengukur tanah menggunakan kain surban Ajisaka, namun tak disangka kain surban tersebut semakin lama semakin meluas hingga membuat Prabu Dewata Cengkar mundur dan terus mundur sampai mendekati jurang pantai sekali Prabu Dewata Cengkar tidak dapat menyelamatkan diri dan mati terjatuh dari jurang. Sejak saat itu Ajisaka diangkat menjadi raja di Kerajaan Ajisaka teringat dengan pusakanya yang ditinggal di Pulau Majethi. Ia pun mengutus Dora untuk mengambilnya dari Sembada. Sesampainya di Pulau Majethi, Dora segera meminta pusaka Ajisaka yang dijaga oleh Sembada, namun rekannya itu tidak mau memberikan pusaka tersebut karena teringat dengan perintah Ajisaka. Sementara itu, Dora juga bersikukuh bahwa apa yang dilakukannya adalah perintah dari Ajisaka. Merekapun berdebat dan bergelut. Sayang sekali, keduanya akhirnya kedua abdinya tewas, Ajisaka pun menyesali apa yang telah dilakukannya. Lantas untuk mengenang, ia melantunkan pantun Hanacaraka yang penuh maknaHa Na Ca Ra Ka Ada sebuah kisahDa Ta Sa Wa LaTerjadi sebuah pertarunganPa Dha Ja Ya NyaMereka sama-sama saktiMa Ga Ba Tha NgaDan akhirnya semuanya matiMakna filosofis aksara HanacarakaDari kisah-kisah tersebut, kita bisa menarik simpulan bahwa aksara Hanacaraka memiliki makna filosofi yang bijaksana. Makna filosofis tersebut bisa dipaparkan seperti di bawah iniHa-Na-Ca-Ra-Ka artinya adalah ”utusan” yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasad manusia. Hal ini menunjukkan adanya pencipta Tuhan, ciptaan manusia, dan tugas yang diberikan Tuhan kepada berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan "data" atau saatnya dipanggil tidak boleh "sawala" atau mengelak. Dalam hidup ini manusia harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak menunjukkan menyatunya zat pemberi hidup Ilahi dengan yang diberi hidup makhluk. Makna filosofisnya, setiap batin manusia pasti sesuai dengan apa yang berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan . Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk diolah dari berbagai sumberCek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
Pengertian Aksara Jawa HanacarakaAksara Jawa Hanacaraka dipakai dalam berbagai teks berbahasa Jawa dan beberapa bahasa lain di sekitar wilayah penuturannya. Aksara Jawa Hanacaraka ini lebih dikenal sebagai Hanacaraka atau dasar Aksara Ngalegenaꦲꦤꦕꦫꦏ ꦢꦠꦱꦮꦭha na ca ra ka da ta sa wa laꦥꦝꦗꦪꦚ ꦩꦒꦧꦛꦔpa dha ja ya nya ma ga ba tha ngaUrutan dasar aksara Jawa banyak dikenal orang karena berisi suatu cerita legendaHana Caraka Terdapat Pengawal Data Sawala Berbeda Pendapat Padha Jayanya Sama kuat/hebatnya Maga Bathanga Keduanya mati.Catatan penting tentang aksara Jawa/d/, /ɖ/, /j/, /b/, dan /g/ pada bahasa Jawa selalu dibunyikan meletup ada hembusan h; ini memberikan kesan “berat” pada aksen mewakili fonem /a/ dan /ha/. Bila aksara ini terletak di depan suatu kata, akan dibaca /a/. Aturan ini tidak berlaku untuk nama atau kata bahasa asing selain bahasa Jawa.da dalam penulisan latin dipakai untuk /d/ dental dan meletup lidah di belakang pangkal gigi seri atas dan diletupkan. /d/ ini berbeda dari bahasa Indonesia/ dalam penulisan Jawa latin dipakai untuk /ɖ/ d-retrofleks. Posisi lidah sama dengan /d/ bahasa Melayu/Indonesia tetapi bunyinya dalam penulisan Jawa latin dipakai untuk /ʈ/ t-retrofleks. Posisi lidah sama seperti /d/ tetapi tidak diberatkan. Bunyi ini mirip dengan bila orang beraksen Bali menyuarakan t’.Aksara Jawa HanacarakaMakna Huruf Aksara Jawa HanacarakaHa Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha SuciNa Nur candra, gaib candra, warsitaning candara – pengharapan manusia hanya selalu ke sinar IllahiCa Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi – arah dan tujuan pada Yang Maha TunggalRa Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nuraniKa Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alamDa Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanyaTa Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidupSa Suram ingsun handulu sifatullah – membentuk kasih sayang seperti kasih TuhanWa Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batasLa Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan IllahiPa Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada tanpa arahDha Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasarJa Jumbuhing kawula lan Gusti – Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-NyaYa Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas titah/kodrat IllahiNya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupanMa Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin/mantap dalam menyembah IlahiGa Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nuraniBa Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alamTha Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatanNga Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi juga ? Kamus bahasa Indonesia – bahasa JawaBaca juga ? Kamus Jawa Indonesia – Kamus Bahasa Jawa ke Bahasa IndonesiaPasangan Aksara Jawa HanacarakaPasangan Aksara Jawa HanacarakaJika Carakan / aksara Jawa lebih bersifat silabis kesukukataan, bagaimana Carakan bisa menuliskan huruf mati? Hal ini bisa dijawab dengan adanya pasangan. Pasangan memiliki fungsi untuk menghubungkan suku kata yang tertutup diakhiri konsonan dengan suku kata contoh kata “aksara” yang bila dipisahkan menurut silabiknya adalah “ak”, “sa”, dan “ra”. Suku kata yang pertama suku kata “ak”. Untuk menuliskan “ak” ini pertama-tama adalah dengan menuliskan aksara “ha ꦲ” terlebih dahulu. Kemudian menuliskan aksara “ka ꦏ” karena aksara “ka”. Untuk mematikan vokal “a” pada “ka”, maka kita harus menuliskan bentuk pasangan “sa”.Bentuk pasangan disebutkan memiliki fungsi untuk menghubungkan suku kata yang tertutup dengan suku kata berikutnya. Artinya bahwa huruf yang diikuti pasangan akan dimatikan huruf vokalnya sehingga menjadi konsonan. Pada kasus di atas aksara “ka” diikuti pasangan “sa” yang berarti “ka” akan dibaca sebagai “k”.Semua aksara pokok yang ada di Carakan memiliki pasangannya masing-masing. Bentuk pasangan ini ada yang dituliskan di bawah dan ada juga yang di atas sejajar dengan pasangan Aksara Jawa Hanacaraka adalahhanacaraka◌꧀ꦲ ◌꧀ꦤ ◌꧀ꦕ ◌꧀ꦫ ◌꧀ꦏdatasawala◌꧀ꦢ ◌꧀ꦠ ◌꧀ꦱ ◌꧀ꦮ ◌꧀ꦭpadhajayanya◌꧀ꦥ ◌꧀ꦝ ◌꧀ꦗ ◌꧀ꦪ ◌꧀ꦚmagabathanga◌꧀ꦩ ◌꧀ꦒ ◌꧀ꦧ ◌꧀ꦛ ◌꧀ꦔAksara Murda ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦩꦸꦂꦢ Aksara Jawa HanacarakaKegunaan Aksara MurdaPada aksara hanacaraka memiliki bentuk murda hampir setara dengan huruf kapital yang seringkali digunakan untuk menuliskan kata-kata yang menunjukkanNama GelarNama DiriNama GeografiNama Lembaga PemerintahDan Nama Lembaga BerbadanKata-kata dalam Bahasa Indonesia yang menunjukkan hal-hal diatas biasanya diawali dengan huruf besar atau kapital. Untuk itulah pada perangkat lunak ini kita gunakan huruf kapital untuk menuliskan aksara murda atau pasangannyaAksara Murda dan PasangannyaSebagai catatan mengenai aksara murda ini bahwa tidak semua aksara yang ada di Hanacaraka memiliki bentuk Murdanya. Aksara murda dalam Hanacaraka hanya berjumlah 8 buah. Bentuk Murda dalam hanacaraka juga memiliki bentuk pasangan yang memiliki fungsi sama dengan pasangan dalam aksara Aksara Murda serta Pasangan MurdaAturan PengunaanUntuk aturan penulisan Aksara murda ini hampir sama dengan penulisan aksara-aksara pokok di Hanacaraka, ditambah dengan beberapa aturan tambahan yakni Murda tidak dapat dipakai sebagai sigeg konsonan penutup suku kata.Bila ditemui aksara murda menjadi sigeg, maka dituliskan bentuk aksara dalam satu kata atau satu kalimat ditemui lebih dari satu aksara murda, maka ada dua aturan yang dapat dipergunakan yakni dengan menuliskan aksara murda terdepannya saja, atau dengan menuliskan keseluruhan dari bentuk aksara mudra yang Pemakaian Aksara MurdaUntuk melengkapi aturan penggunaan aksara murda ini, contoh berikut bisa digunakan sebagai acuan untuk menuliskan Aksara Swara Aksara Jawa HanacarakaKegunaan Aksara SwaraAksara Swara sebagaimana aksara Murda memiliki fungsi dan kegunaan tertentu. Aksara Swara dalam penulisan Hanacaraka digunakan untuk menuliskan aksara vokal yang menjadi suku kata, terutama yang berasal dari bahasa asing, untuk mempertegas Aksara SwaraAksara Swara tidak seperti aksara-aksara yang lain. Aksara ini tidak dilengkapi dengan bentuk pasangan. adapun bentuk Aksara Swara ini adalah sebagai berikut Aturan Penulisan Aksara SwaraDalam menuliskan Aksara Swara, diikuti aturan penulisan aksara swara sebagai berikut Aksara swara tidak dapat dijadikan sebagai aksara aksara swara menemui sigegan konsonan pada akhir suku kata sebelumnya, maka sigegan itu harus dimatikan dengan swara dapat diberikan sandangan wignyan, layar, cecak, suku, wulu dan Penggunaan Aksara SwaraUntuk melengkapi aturan penggunaan aksara murda ini, contoh berikut bisa digunakan sebagai acuan untuk menuliskan Aksara Rekan dalam Aksara Jawa HanacarakaKegunaan Aksara RekanPerlu diakui bahwa bentuk-bentuk huruf yang ada di dalam Hanacaraka tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam penulisan kata-kata dari manca negara. Sebagai salah satu bentuk asimilasi budaya ini, maka dibentuklah aksara rekan yang pada perkembangannya lebih banyak dipengaruhi oleh bahasa rekan digunakan untuk menuliskan aksara konsonan pada kata-kata asing yang masih dipertahankan seperti Aksara Rekan dan Pasangan RekanAksara Rekan dalam Hanacaraka ada 5 buah, yang kesemuanya memiliki bentuk pasangan. Adapun bentuk aksara dan pasangan rekan itu digambarkan di bawah iniAturan Penulisan Aksara RekanUntuk menggunaan Aksara Rekan beserta pasangannya diikuti aturan sebagai berikutTidak semua aksara rekan mempunyai pasangan,yang mempunyai pasangan hanyalah fa,yang lain tidak rekan dapat diberikan pasanganAksara rekan juga dapat diberikan sandangan sebagaimana aksara-aksara yang ada dalam Penggunaan Aksara RekanBerikut ini adalah daftar aksara rekan dan aksara pasangannya yang dilengkapi dengan contoh penggunaan masing-masing dipakainya sandangan pada Aksara Jawa HanacarakaSandangan adalah tanda yang dipakai sebagai pengubah bunyi di dalam tulisan Jawa. Di dalam tulisan jawa, aksara yang tidak mendapat sandangan diucapkan sebagai gabungan anatara konsonan dan vokal a di dalam bahasa Jawa mempunya dua macam varian, yakni / / dan /a/.Vokal a dilafalkan seperti o pada kata bom, pokok, tolong, tokoh doi dalam bahasa Indonesia, misalnya Vokal a dilafalkan /a/, seperti a pada kata pas, ada, siapa, semua di dalam bahasa Indonesia, misalnya Sandangan di dalam aksara jawa dapat dibagi menjadi tiga golongan yakni sebagai berikut Sandangan Bunyi Vokal Sandhangan SwaraSandangan Konsonan Penutup Suku Kata Sandhangan Panyigeging WandaSandangan Gugus KonsonanSandhangan Aksara Jawa HanacarakaSandangan bunyi vokal Aksara Jawa HanacarakaSandangan bunyi vokal ada lima buah. Adapun bentuk dari sandangan bunyi vokal ini adalahPemakaian Sandangan WuluSandangan Wulu dipakai untuk melambangkan vokal i di dalam suatu suku kata. Sedangkan wulu ditulis di bagian atas akhir suatu aksara. Apabila selain wulu juga terdapat sandangan yang lain, maka sandangan wulu digeser sedikit ke Sandangan SukuPenulisan sandangan suku dapat dituliskan dalam dua keadaan yaitu Penulisan sandangan suku pada aksara. Sandangan suku dipakai untuk melambangkan bunyi vokal u yang bergabung dengan bunyi konsonan di dalam suatu suku kata, atau vokal U yang tidak dituliskan dengan aksara suku dituliskan serangkai di bagian bawah akhir aksara yang mendapatkan sandangan sandangan suku pada pasangan. Sandangan suku pada pasangan dituliskan mengikuti letak penulisan pasangan itu. Letak sandangan sukunya sendiri tetap berada pada bagian bawah akhir dari pasangan. Apabila sandangan suku mengikuti pasangan aksara ka, ta, atau la, maka pasangan ini harus dirubah dulu ke dalam bentuk aksara pokoknya dahulu, baru kemudian diberikan sandangan Sandangan PepetKegunaannya untuk dipakai untuk melambangkan vokal e di dalam suatu suku penulisan sandangan pepet tertera sebagai berikutSandangan pepet ditulis di bagian atas akhir selain pepet juga terdapat sandangan layar, maka sandangan pepet digeser sedikit ke kiri dan sandangan layar ditulis di sebelah kanan selain pepet juga terdapat sandangan cecak, maka sandangan pepet digeser sedikit ke kiri dan sandangan cecak ditulis di dalam sandangan pepet pada aksara yang mendapatkan pasangan dituliskan sesuai dengan aturan di atas, kecuali untuk aksara yang mendapatkan pasangan yang dituliskan di atas seperti sandangan ha, sa, dan pa. Untuk aksara yang mendapatkan pasangan ini, maka penulisan pepet berada di atas Sandangan pepet tidak dipakai untuk menuliskan suku kata re dan le yang bukan sebagai pasangan. Sebab suku kata re dan le yang bukan pasangan dilambangkan dengan tanda pacerek re dan Nga lelet le.Pemakaian Sandangan TalingSandangan taling dipakai untuk melambangkan bunyi vokal e atau e yang tidak ditulis dengan aksara swara E yang bergabung dengan bunyi konsonan di dalam suatu suku kata. Sandangan taling ditulis di depan aksara yang dibubuhi sandangan Untuk membedakan penggunaan sandangan pepet dengan taling, maka dalam perangkat lunak ini gunakane kecil untuk penulisan sandangan pepetE besar untuk penulisan sandangan talingPemaikaian Sandangan Taling TarungSandangan taling tarung dipakai untuk melambangkan bunyi vokal O yang tidak dituliskan dengan aksara swara di dalam suatu suku kata. Untuk Sandangan taling tarung dituliskan mengapit aksara yang dibubuhi sandangan taling tarung untuk aksara pasangan di tuliskan mengapit aksara yang dimatikan yang menjadi sigeg. Untuk aksara pasangan yang ada di atas seperti pasangan ha, sa, dan pa, maka taling ditaruh didepan aksara sigeg, sedangkan tarung ditaruh di belakang aksara penutup suku kata Aksara Jawa HanacarakaSandangan penutup suku kata ada 4 Sandangan WignyanSandangan wignyan adalah pengganti sigegan ha konsonan ha di akhir suku. Penulisan wignyan diletakkan di belakang aksara yang dibubuhi sandangan Sandangan LayarHampir sama dengan sandangan wignyan, sandangan layar digunakan untuk pengganti sigegan ra konsonan ra di akhir suku. Penulisan layar ditulis dibagian atas akhir aksara yang Sandangan CecakSandangan cecak digunakan untuk menuliskan sigegan ng sepasang konsonan nga di akhir suku kata. ada tiga buah kondisi dalam menuliskan sandangan cecak, yakni Sandangan cecak ditulis di atas aksara. Sandangan cecak dituliskan menurut aturan ini bila menemui keadaan aksara yang diikuti tidak memiliki sandangan di atas aksara selain cecak ditulis di atas aksara belakang sandangan wulu. Apa bila sandangan cecak mengikuti sandangan wulu, maka sandangan cecak dituliskan di belakang sandangan cecak ditulis di atas aksara di dalam pepet. Sandangan cecak apabila mengikuti sandangan pepet , maka penulisan cecak di taruh di dalam sandangan pepet. Dalam keadaan ini kedua sandangan penulisannya adalah sebagai berikut .Pemakaian Sandangan PangkonTidak seperti ketiga sandangan sebelumnya, sandangan pangkong memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi itu adalah Sandangan pangkong dipakai sebagai penanda bahwa aksara yang dibubuhi sandangan pangkon itu merupakan aksara mati, aksara penutup suku kata, atau aksara penyigeging wanda. Sandangan pangkong ditulis di belakang aksara yang di bubuhi sandangan pangkon dapat juga dipakai sebagai pembatas bagian kalimat atau rincian yang belum selesai, senilai dengan pada lingsa, atau tanda koma , di dalam ejaan latin, di samping untuk mematikan aksara. Pada kasus ini pangkong berfungsi macul, aku angon sapi, adhiku dolanan pangkon dapat ditulis untuk menghindarkan penulisan aksara yang bersusun lebih dari dua benik klambiSandangan gugus konsonanGugus konsonan adalah kumpulan dari dua konsonan dalam Hanacaraka yang akan membentuk suatu suku kata. sebagai contoh kraton yang dapat dipisah menjadi kra-ton. suku kata kra memiliki gugus konsonan kr. Di dalam Hanacaraka ada lima buah gugus konsonan yang digunakan dalam bentuk CakraSandangan cakra merupakan penanda gugus konsonan yang unsur terakhirnya berwujud konsonan r. Tanda cakra ditulis serangkai di bawah bagian akhir aksara yang diberi tanda cakra yang sudah diberikan cakra dapat diberikan sandangan lagi selain sandangan cakra, cecak, cakra la, cakra wa. Dan apa bila sandangan itu adalah pepet, maka sandangan cakra dan pepet ditulis menjadi cakra Cakra KeretSandangan Cakra Keret dipakai untuk melambangkan gugus konsonan yang berunsur akhir konsonan r dengan diikuti vokal e pepet. Dengan kata lain cakra keret digunakan sebagai ganti tanda cakra yang mendapatkan penambahan sandangan pepet. Tanda cakra keret ditulis serangkai di bawah bagian akhir aksara yang diberikan tanda keret PengkalSandangan Pengkal dipakai untuk melambangkan konsonan yang bergabung dengan konsonan lain di dalam suatu suku kata. Tanda pengkal ditulis serangkai di belakang aksara yang diberi tanda atau akronim dalam Aksara Jawa HanacarakaSingkatan adalah kependekan bentuk kata atau kelompok kata yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dilafalkan huruf demi huruf ataupun yang tidak. Sedangkan Akronim adalah kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang dan akronim itu lazimnya dibuat berdasarkan atas tulisan beraksara latin. Untuk singkatan yang tidak dapat diucapkan sebagai mana layaknya sebuah kata, maka penulisannya adalah seperti apa yang terucap dari singkatan itu. Sedangkan akronim yang bisa diucapkan sebagai kata, maka dituliskan sebagai mana layaknya sebuah menuliskan singkatan pada perangkat lunak ini, gunakan huruf besar semua. contoh PPKI, PPPK, MPR, DPR dan lain kata /ka/ ditulis dengan satu aksara. Tanda baca dapat mengubah, menambahkan, atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Aksara memiliki beberapa bentuk untuk menulis nama, pengejaan asing, dan konsonan bertumpuk. Sumber foto Wikimedia CommonsAngka dan lambang bilangan Aksara Jawa HanacarakaAngka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Angka jawa adalah sebagai berikutAngka dipakai untuk menyatakan angka dipakai untuk menyatakan i Ukuran panjang, berat, luas, dan isi, ii satuan waktu, iii nilai uang, dan iv kuantitas. Penulisan angka untuk kasus ini dilakukan dengan mengapitkan tanda pada pangkat di awal dan di akhir penulisan Dawane 35 65 menuliskan satuan dari suatu bilangan, maka satuan itu bisa dituliskan dalam bentuk kata lengkapnya. sebagai contoh kilogram, meter, kilometer, dan Perangkat lunak ini juga mendukung perubahan bentuk huruf dari bentuk satuan tidak normal ke bentuk pengucapannya. Adapun dukungan satuan/besaran yang ditangani yakniTabel tak normal dan kata Baca Aksara Jawa HanacarakaDalam Hanacaraka terdapat pula tanda-tanda baca yang digunakan dalam penulisan kalimat, paragraf dan lainnya. Bentuk tanda baca yang ditangani dalam perangkat lunak ini ada 4 buah yakni Pada Adeg-adegPada adeg-adeg dipakai di depan kalimat pada tiap-tiap awal AdegPada adeg dipakai untuk menandakan bagian tertentu dari suatu teks yang perlu diperhatikan, hampir setara dengan tanda LingsaPada lingsa dipakai pada akhir bagian kalimat sebagai tanda intonasi setengah selesai. Tanda ini hampir setara dengan penggunaan koma,.Contoh wong gedhe, dhuwur, lan pakulitane LungsiPada lungsi dipakai pada akhir suatu kalimat. Tanda ini hampir setara dengan wis meh jam telu esuk, sumini durung bisa turu. pikirane goreh. goreh amarga mikirna bojone kang wis telung dina iki durung PangkatPada pangkat mempunyai beberapa fungsi tertentu, yang pada contoh berikut diperagakan sebagai titik dua Pada pangkat dipakai pada akhir pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. Contoh; aku arep tuku bala pecah mangkok, piring, lan kebanyakan dari angka Jawa memiliki bentuk yang sama dengan aksara huruf, Pada pangkat dipakai untuk menandakan suatu simbol sebagai angka dengan mengapitnya. Contoh; Ibu mundhut emas 75 pangkat dipakai untuk mengapit petikan langsung. Contoh; Ibu ngendika, sapa kancamuPratandha Aksara Jawa Hanacaraka – tanda bacaTanda baca koma, titik, dan pengapitDalam aksara Jawa, tanda baca yang tersedia hanya koma, titik, dan pengapit berfungsi sebagai tanda kurung atau tanda petik, dengan perbedaan aturan penulisan. Dibanding dengan alfabet Latin, aksara Jawa tidak memiliki tanda seru, tanda tanya, tanda hubung, garis miring, titik dua, titik koma, petik tunggal maupun simbol-simbol matematika umum, seperti tambah, kurang, sama aksara Jawa memiliki tanda baca-tanda baca khusus yang tidak terdapat dalam sistem penulisan sederhana, tanda baca dapat dibedakan menjadi dua umum dan khusus. Tanda baca umum digunakan di penulisan biasa, sementara tanda baca khusus digunakan dalam penulisan karya sastra puisi, dll.Tanda baca umumSimbolNamaFungsi꧊Pada adegTanda kurung atau petik꧋Pada adeg-adegMengawali suatu paragraf꧌Pada piselehBerfungsi seperti halnya pada adeg꧍Pada piseleh terbalikBerfungsi seperti halnya pada adeg꧈Pada lingsaKoma atau tanda singkatan꧉Pada lungsiTitik꧇Pada pangkatTanda angka atau titik duaꧏPada rangkepTanda penggandaan kataTanda baca khusus tunggalSimbolNamaFungsi꧁꧂ Rerengan kiwa lan tengenMengapit judul꧅Pada luhurMengawali sebuah surat untuk orang yang lebih tua atau berderajat lebih tinggi꧄Pada madyaMengawali sebuah surat untuk orang yang sebaya atau berderajat sama꧃Pada andhapMengawali sebuah surat untuk orang yang lebih muda atau berderajat lebih rendahTanda baca khusus kombinasi꧋꧆꧋Pada guruMengawali sebuah surat tanpa membedakan umur atau derajat꧉꧆꧉Pada pancakMengakhiri suatu surat꧅ꦧ꧀ꦕ꧅atau ꧅ꦧ꧀ꦖ꧅ PurwapadaMengawali sebuah tembang atau puisi꧄ꦟ꧀ꦢꦿ꧄MadyapadaMenandakan bait baru꧃ꦆ꧃WasanapadaMengakhiri tembang atau puisi.^1 Terdapat dua peraturan khusus mengenai penggunaan Koma tidak ditulis setelah kata yang berujung Koma menjadi titik apabila tetap ditulis setelah pangkon.^2 Lihat aksara numeral di atas. ^3 Fungsinya mirip seperti simbol 2 atau 2 dalam ortografi bahasa Indonesia lama yang menandakan kata berulang, misal pada kata “orang2” orang-orang. Karakter ini pada dasarnya adalah angka Arab dua ٢, namun tidak memiliki fungsi angka dalam aksara Jawa. Karakter tersebut diproposalkan sebagai karakter independen karena sifat dwi-arah angka Arab. ^4 Tanda baca khusus memiliki banyak varian karena sifatnya yang ornamental, dihias berdasarkan selera dan kemampuan baca arkais꧞Tirta tumétésTanda koreksi yang digunakan di Keraton Yogyakarta꧟Isèn-isènTanda koreksi yang digunakan di Keraton SurakartaTirta tumétés dan Isèn-isèn adalah semacam tanda koreksi yang berguna untuk menandakan salah dalam penulisan digital, kedua karakter ini sudah tidak dipergunakan lagi. Dalam penulisan manuskrip, apabila terjadi kesalahan penulisan, maka penyalin mengoreksi bagian yang salah dengan menulis tanda tersebut sebanyak tiga tumétés digunakan oleh penulis Yogyakarta, sementara Isèn-isèndigunakan oleh penulis Surakarta. Sebagai contoh, seorang penyalin naskan ingin menulis pada luhur namun salah tulis menjadi pada wu…, maka penyalin akan melanjutkan dengan menulis pada wu—luhur. Penyalin dari Yogyakarta menulis ꦥꦢꦮꦸ꧞꧞꧞ꦭꦸꦲꦸꦂ , sementara penyalin dari Surakarta akan menulisꦥꦢꦮꦸ꧟꧟꧟ꦭꦸꦲꦸꦂAksara WilanganAdapun pengertian dari aksara wilangan atau yang dikenal dengan bilangan merupakan sebuah aksara yang dipakai untuk menulis jenis angka di dalam aksara sendiri digunakan untuk menyatakan suatu lambang bilangan atau nomor. Angka di sini bisa berjenis ukuran, luas, berat, panjang, nilai uang, satuan waktu dan lain sebagainya. Berbagai jenis kuantitas penulisan angka ini dilakukan dengan mengapitkan tanda yang ada pada pangkat pada bagian awal serta akhir dari penulisan penulisan satuan di dalam sebuah bilangan, satuan tersebut bisa ditulis di dalam bentuk kata lengkapnya. Misalnya saja kilometer, meter, kilogram dan lain wilangan Aksara Jawa HanacarakaBacaan LainnyaPetruk adalah salah satu punakawan para pengikut kesatria dalam kesusastraan IndonesiaLudruk dan Ketoprak Sebuah drama budaya yang menceritakan rutinitas sehari-hari orang-orang kelas pekerjaTari Remong, sebuah tarian dari Surabaya JatimWisata SoloWisata Kebumen – Jawa Tengah Goa, Pantai, Air, Benteng, Religi dan Air TerjunTempat Belanja Unik di JogjaWisata JogjaSejarah Kerajaan Mataram 1588–1681 di JogjaKamus Jawa Indonesia – Kamus Bahasa Jawa ke Bahasa IndonesiaKamus Indonesia Jawa – Kamus Bahasa Indonesia ke Bahasa JawaSejarah Kerajaan Majapahit 1293-1500 – Dari Awal Sampai JatuhnyaKeraton Kasepuhan Cirebon – Sejarah, Arsitektur, LokasiSejarah Kerbau Kyai Slamet salah satu Pusaka Keraton Kasunanan SurakartaMagnitudo Gempa – Besaran Untuk Mengukur Gempa – Episentrum – Rumus, Contoh Soal dan JawabanCara Menghadapi Jika Terjadi Gempa Bumi – Tips, Persiapan dan Kesiapan Keselamatan Untuk Menghadapi Gempa BumiIndonesia Juga Memiliki 3 Reaktor Nuklir10 Cara Belajar Pintar, Efektif, Cepat Dan Mudah Di Ingat – Untuk Ulangan & Ujian Pasti Sukses!Tes Kepribadian Warna & Warna Mana Yang Anda Miliki? Hijau, Oranye, Biru, EmasKepalan Tangan Menandakan Karakter Anda & Kepalan nomer berapa yang Anda miliki?Unduh / Download Aplikasi HP Pinter PandaiRespons “Ooo begitu ya…” akan lebih sering terdengar jika Anda mengunduh aplikasi kita!Siapa bilang mau pintar harus bayar? Aplikasi Ilmu pengetahuan dan informasi yang membuat Anda menjadi lebih smart!HP AndroidHP iOS AppleSumber bacaan OmniglotPinter Pandai “Bersama-Sama Berbagi Ilmu” Quiz Matematika IPA Geografi & Sejarah Info Unik Lainnya Business & Marketing
- Hanacaraka adalah sebutan untuk aksara yang dipakai di Tanah Jawa dan sekitarnya. Meski umum disebut sebagai aksara Jawa, Hanacaraka sebenarnya juga digunakan untuk merujuk pada aksara Bali yang masih serumpun. Baik aksara Jawa dan Bali, sama-sama disebut Hanacaraka karena lima aksara pertamanya berbunyi ha na ca ra tetapi, dua aksara tersebut memiliki perbedaan pada jumlah huruf dan bentuk tulisannya. Asal-usul Hanacaraka Legenda mengatakan bahwa aksara Hanacaraka diciptakan oleh Aji Saka, penguasa Kerajaan Medang Kamulan, yang mempunyai dua abdi setia bernama Dora dan ketika, Aji Saka mengutus Dora untuk menemui Sembada dan membawakan pusakanya. Dara kemudian mendatangi Sembada dan menyampaikan tentang perintah tuannya. Namun, Sembada menolak karena sesuai perintah Aji Saka sebelumnya, tidak ada yang diperbolehkan untuk membawa pusaka itu selain Aji Saka sendiri. Alhasil, dua abdi Aji Saka saling mencurigai bahwa masing-masing bermaksud untuk mencuri pusaka itu. Sembada dan Dora pun bertarung hingga keduanya meninggal. Ketika Aji Saka menyusul, ia menemukan dua abdinya telah meninggal akibat kesalahpahaman. Di depan jasad dua abdinya itu, Aji Saka membuat puisi yang kemudian dikenal sebagai Hanacaraka atau aksara Jawa.
aksara hanacaraka kagolong aksara jenis